Kamis, 27 Agustus 2015

Fanfiction : Ame no Pianist (Sang Pianist Hujan) -Inspired by Team T JKT48-

Ame no Pianist 
(Sang Pianist Hujan)

Hari ini entah apa yang ada di dalam pikiran nya sehingga membuat ku takut. Ketika ia mengajak ku duduk di sofa yang berwarna merah ini. ia terdiam menyembunyikan sesuatu. Aku menatap nya heran hingga penasaran apa yang ingin ia katakan. Masih menunggu hingga ia benar-benar mengatakan apa yang ingin dia katakan.

“selamat tinggal” tukas nya lembut mengagetkan ku seketika melemah

Dengan tiba-tiba ia mengatakan hal itu padaku. Aku hanya tertuduk di pingiran sofa, hanya duduk dan terdiam mencerna apa yang telah ia katakan. Sambil menggigit kuku jemariku.

“aku yakin akan ada yang lebih baik untukmu” tukas nya lagi menatap ku.

Tatapan mu yang aneh, menatap ku seperti melihat anak kecil. Apa maksud dari semua ini? apakah kembali terulang lagi takdir  masa depan yang seakan membuatku takut. Terdiam tanpa aku bisa mengatakan balasan atas ucapan nya itu.

Bisakah aku untuk tetap tenang kali ini? ya, kini aku hanya bersikap tenang. Aku tahu pasti ia akan mengatakan hal itu padaku. Perasaan yang sakit memang kurasakan, perjalanan selama ini terbuang sia-sia. Aku yang bodoh tak lagi bisa mengerti nya. ia berbalik berdiri dan berjalan memunggungi ku dan mulai bersikap dingin.

“kau menyerah?” ucapku dengan suara parau menahan tangis seketika menghentikan langkahnya

Dia yang kini telah dewasa hanya menganggap semua itu hanya kata percuma. Hanya membalas dengan senyum manis nya. aku tau itu semua hanya untuk meyakinkanku saja.

“hey! Jawab aku??” teriak ku dengan suara parau berlebih sesak menahan tangis

Ia berbalik kearah ku tersenyum “aku yang salah, kamu berhak untuk marah” kata-kata yang terucap dari mulut nya membuatku membisu seketika. bukankah cinta ini seharusnya antara kita berdua? entah apa yang harus aku lakukan saat ni. Semua benar-benar diluar kendali ku, hal yang pertama ku dapati dengan perasaan yang campur aduk seperti ini.

Kini ia pergi meninggalkanku sendirian duduk di sofa ini. mematung aneh menatap kosong lantai tanpa ujung ini. aku tersadar dari keras nya hantaman batu mengenai dadaku. Aku berdiri meninggalkan tempat ini. namun seakan langit melarang ku untuk pergi dari tempat ini. hujan deras membuat ku terkurung di tempat ini.

“hujan~ huftt...” gerutu ku menatap jendela

Aku ingin pulang. Ingin sendiri, bukan di tempat ini. ramai dengan pengunjung. Berdua, bermesraan, saling mengobrol. Aku disini sendirian, tak ada lagi yang bisa menemaniku. Tanpa berfikir panjang aku kembali ke sofa tadi. Duduk sembari menunggu hujan segera reda.

Menghilangkan sedikit kejenuhan ku di cafe ini aku hanya bermain dengan handphone ku. Aku tak memperdulikan seisi cafe ini. namun entah kenapa sebuah keributan kecil membuyarkan fokus ku saat tengah bermain handphone.

“ada apa?” “waaah apa dia yang main?” “indah sekali~” “romantis”

Suara-suara pengunjung itu membuatku penasaran. Kenapa mereka mengintip keluar cafe? Bukan kah di luar tengah hujan. Apa ada hal aneh sehingga harus menjadi bahan perhatian di luar sana?. Aku terus bertanya-tanya di balik kerumuman orang-orang di cafe ini.

Jeeeeng.......!!!            
Terdengar suara piano jelas di telinga ku. Aku menginjit melihat siapa yang sedang bermain piano itu.

“ada apa sih?” tanya ku pada seseorang yang ikut dalam kerumuman ini

“ada yang main piano di luar sana” balas seseorang yang aku tanyai itu

“siapa? Ada-ada saja bermain piano di luar. Dan ngak tau apa di luar lagi hujan” batin ku sedikit mengomentari seseorang yang tengah bermain piano itu.

Aku kembali duduk di sofa ku. Sambil menatap heran kerumuman orang-orang itu. Aku memang begitu penasaran, namun urung ku lakukan untuk melihat nya dan kembali memainkan handphone ku.

Di tengah kota ini, disaat hujan seperti ini. aku terus mendengarkan lantukan suara piano yang merdu. entah kenapa aku larut dalam alunan melodi piano nya. mungkinkah sang pianist ini sedang jatuh cinta? Terasa kini melantunkan asmara dari setiap tekanan not di keyboard piano nya. namun di melodi kedua pianist ini memainkan melodi yang sedih. Ini seakan membuatku terhenyut sakit di dadaku. Apakah pianist ini juga merasakan sakit yang sama kurasakan saat ini?

Terus larut dalam alunan nya. seketika aku merasa aneh dan kaget. Suara piano itu terdengar pelan. Lebih pelan dari melodi yang ku dengar sebelumnya. Ini terdengar cukup sedih. Namun aku kenal betul alunan melodi piano ini. seketika aku berdiri dan terasa mata ini ingin mengeluarkan air. Alunan musik itu kian terasa ku dengar, menusuk seluruh celah yang ada di hatiku dan siap untuk merobek nya dengan keras.

Aku langsung berlari dari sofa yang ku duduki tadi hingga menerobos kerumuman orang-orang yang masih memperhatikan pianist itu melantunkan melodi-melodi indahnya. Hingga akhirnya aku terhenti di depan pintu ini. menatap dia, iya dia. Seseorang yang membuatku takut saat itu, kata selamat tinggal yang secara tiba-tiba ia ucapkan kepadaku. Ia bermain piano di bawah hujan yang cukup deras ini. aku mematung menatap nya. mataku berkedip hingga tertetes lah air mata ku.

Menggepal kedua tangan ku mendengar melodi ini. jarinya nya begitu fasih memainkan setiap not yang ada di keyboard nya. jarinya yang tertetes oleh air hujan membuat itu terasa sedih. Menekan penuh arti setiap window di keyboardnya. Aku tau ini concerto yang hanya untukku. Dia pernah mengatakan nya padaku ketika ia mengajariku tentang lagu ini.

Terus bermain hingga aku menagis sesak menatap nya di luar sana. Sudah terlihat basah kuyup, kedinginan. Namun ia terus memainkan lagu-lagu ini dengan pelan. Pernah aku dengar lagu ini, lagu yang pernah ia dengarkan kepada ku. Lagu perpisahan dari chopin. Kini air mataku semakin deras mengalir sambil mengusap pipi ini. di dalam dadaku kini terasa sakit.

Aku dekati sosoknya hingga air hujan ini membuatku basah. Aku berjalan pelan, setiap urat ku terasa kaku. Namun aku terus berjalan, sesekali aku mengusap air mataku yang kini telah bercampur dengan air hujan yang dingin. ia yang terus fokus dengan piano nya, bermain kasar hingga semakin membuatku takut.

Kini aku dekat dengan nya, berdiri disamping nya. menatapnya dengan berlinangan air mata. Namun ia terus memainkan lagu perpisahan ini. tangis ku pecah di samping nya. seketika suara piano itu melemah dan hilang. Aku menutup wajah ku dengan kedua telapak tangan ku. Begitu sesak sehingga aku tak berani menampakkan wajah ku di hadapnya. Seketika ia menyentuh kedua pundakku. Aku tersadar dan memperlihatkan wajah ku yang memerah ini di hadapnnya. Seketika ia tersenyum kearah ku. Aku membalasnya pun begitu.

Tak lama ia memelukku. Aku terhempas di pelukannya deras. Langit semakin lelah untuk melihat ini. terus menagis hingga membuat aku dan dia basah kuyup.

“lagu yang hanya untuk mu” bisiknya tepat di telinga ku

Seketika aku kaget dan menghempaskan pelukannya. Tangan ku semakin menggepal erat. Bertanda aku kini sudah tak tahan lagi untuk menahan sesak seperti ini.

“segitukah nyali mu? Kamu lemah!” teriak ku di hadapnya

Hujan terus menghantarkan setiap keluhan hati ku saat ini. tak terasa reda dan malah semakin deras. Air mataku kini dingin, bercampur langit yang juga menangis.

“setidaknya perpisahan ini adalah perpisahan terindah sebelum aku tak bersama mu lagi”

“ini tidak indah!” bentak ku di hadapan nya

Tak sedikit pun kata-kata terlontar dari mulut nya. awalnya ia mematung melihat ku membentak nya namun tak lama ia tersenyum kearah ku. Apa maksud dari semua senyuman nya itu. Aku tak butuh semua itu, aku hanya butuh jawaban atas apa yang seharusnya aku tau. Mana janji yang pernah dia ucapkan kepada ku dulu, semua kini hanya pengingkaran sesal buat mu kan? Aku kecewa berat saat ini.

Aku tertunduk menahan tangis di hadapan nya. aku tak menyadari kini tangan ku telah ada dalam genggaman nya. ia membelai pelan hingga menyadarkan ku.

“boleh kah aku main dengan melody yang berbeda?” pinta nya tersenyum kearah ku

Aku hanya terdiam mematung mencerna setiap ucapan nya. ia duduk di kursi nya itu kemudian memainkan sebuah melody yang tak pernah kudengar sebelum nya. ia bermain dengan tenang. Menikmati alunan concerto yang ia mainkan. Aku tetap saja diam, tak mengerti apa maksud dari pinta nya ini.

Tak lama ia menghentikan permainan nya dan kembali berdiri di hadapan ku. Menatap ku sendu. “kamu ngak suka melodi ini?” tukasnya membuatku semakin heran dengan sikap nya

“apa maksud kamu? Aku ngak ngerti!” balas ku menada tinggi

Tentu saja dengan sikap dewasa nya. ya, dia tetap membalas semua emosi ku dengan senyuman manis nya. aku kini semakin bingung dibuatnya. Namun entah kenapa tiba-tiba saja ia mendekatkan wajah nya ke hadapanku, aku kaget dan seketika gugup. Tanpa tersadar aku menutup mataku, namun apa yang dapat sebuah suara yang begitu dekat dengan telinga ku. Ia membisikkan sebuah kata-kata untuk ku.

“aku yakin semua akan baik-baik saja, aku akan pergi” bisiknya membuat mataku terbuka begitu saja

“kamu mau kemana?” tanya ku menahan tangis

“kebahagiaan mu bukanlah di aku, aku bukan lelaki yang pantas untukmu”

“apa semua ini karena orang tua ku?”

“bukan”

“jadi apa?”

“kamu akan tau nantinya” balas nya hanya tersenyum kearahku

Kemudian ia duduk di kursi piano nya kembali. Memainkan sebuah melodi yang tak asing lagi di telinga ku. Tanpa harus berkata-kata apapun, semua sudah berakhir. Aku harus apa? Semua sudah tak bisa di pertahankan lagi. Mungkinkah ini takdir masa depan ku?

Aku mendekatinya yang duduk di kursi itu. Menatap jari-jarinya yang begitu telaten memainkan setiap not di keyboard nya. aku letakkan kedua tangan ku di atas pundak nya. menikmati setiap alunan lagu yang ia mainkan.

Jika memang semua harus berakhir aku harus benar-benar terima. Semua ketakutan ku dulu kini hilang. Rasa yang kutakuti itu kini telah terlewati begitu saja. Hari ini, hari dimana untuk yang terakhir kalinya aku menikmati dan melihat ia bermain piano. Dibawah hujan yang tak ada henti-hentinya ini. sekian banyak pertanyaan yang ingin aku katakan padanya, tapi semua aku urungkan. Biarkan semua menjadi kenangan, hidup tak mesti mendapatkan yang indah tapi yang paling penting mendapatkan sebuah kebahagiaan. Jika memang kebahagiaan ku adalah dikamu semua akan kembali. Terima kasih atas semua keindahan yang pernah kamu berikan kepadaku. Tak akan pernah aku lupakan wahai sang pianist hujan.

“mainkan lah lagu yang lain” bisikku ke arah telinga nya




THE END

-------------------------------------------------

Hai J saya kembali dengan cerita yang berbeda hehe :D
Cerita yang terinspirasi dari lagu Ame no pianist yang di nyanyiin oleh member team T JKT48 di setlist Te wo tsunaginagara.
Maaf kalau jelek yah, karena saya iseng-iseng aja buat FF ini hehe
Ceritanya sengaja saya buat complicated biar beda dikit :p


Terima kasih yang sudah membaca^^

Selasa, 04 Agustus 2015

Fanfiction : Kotak Musik Gre (10) ( #GreMids JKT48 ) [Final]

Kotak Musik Gre (10)

Kecepatan lari ku kini berkurang. Semakin lama semakin pelan. Begitu sesak kurasakan, kini sesak bercampur kesakitan. Aku duduk di halte sembari menyelaraskan nafas ku yang terengah-engah. Aku duduk sambil tertunduk. Sendirian. Di tempat ini. tak ada hujan atau pun gerimis yang membuat ku terhenti di halte ini. tempat yang tak akan pernah ku lupakan. Tepat di sebelah ku ia berdiri memeluk bungkusan sambil menunggu hujan reda. Namun kini seakan tak bisa ku rasakan lagi, aku hanya sendiri menatap bayangan aku dan dia yang dulu hanya orang biasa yang menunggu hujan reda. Awal di mulai perkenalan ku dengan nya akibat bersin itu “haha” seketika tertawa sendiri mengingat kejadian lama itu. namun entah kenapa aku malah menyembunyikan suara tawa itu menjadi kemurungan. Aku mengendus pelan kemudian berdiri. Aku berjalan hingga keluar dari area halte ini.

“kenangan awal tak akan pernah ku lupakan gre” ucapku sambil menatap pilu halte ini. aku pun kemudian berjalan pelan untuk segera pulang. Tak banyak waktu ku untuk berlama-lama disini.

~~~~~~~~~~~~~~~~~

“aku pulang” sahut ku sampai di depan pintu rumah

“hamids”

“kak kinal? Kok bisa ada disini?” tanya ku yang heran melihat kak kinal tiba-tiba saja ada di dalam rumah ku

“eh kamu sudah pulang sayang, ini ada tamu buat kamu” ucap mama yang datang sambil membawa secangkir teh

“di minum dulu yah. Tante ke dapur dulu” lanjut mama

“iya, makasih tante” jawab kak kinal tersenyum

Aku duduk menyerong ke arah kak kinal. Menunduk bercampur sedikit heran. Kenapa kak kinal ke rumah ku dan tanpa sepengetahuan ku dahulu. Tak ada satu kata pun yang terlontar dari mulutku. Kak kinal hanya terus menatap ku tak biasa.

*mengendus pelan* “sudah bicara pada gre?” tanya kak kinal seakan membuatku menegakkan wajah ku

“belum”

“kamu mau dia sedih berlarut-larut?”

“aku ngak mau kak” jawab ku pelan

“terus kenapa harus menahan semua itu sampai sejauh ini?”

“a-a-a aku.....”

“mids, gre itu beda dari cewek lain. Dia ngak mudah terus menerima. Kamu perlu beri waktu dia untuk berfikir mids. Tapi semua sudah terlambat. Kamu sudah menghancurkan semua nya” ucap kak kinal tegas

Ketegasan nya seakan membuat ku takut. Iya aku yang salah, aku yang bodoh. Tapi bagaimana? Semua sudah terjadi.

“jam berapa kamu berangkat?”

“malam kak, sekitar pukul 11 malam”

“kakak harap kamu bisa mengatakan nya mids” ucap kak kinal sambil menepuk pundakku

Aku yang tak tahu lagi ingin berkata apa hanya bisa menyerah. Aku memilih apa yang sudah ku tentukan. Biarkan aku dengan kebahagiaan ku.

Seketika aku berdiri mengkepal kedua tangan ku sambil memejamkan mata “maaf, aku ngak bisa” ucapku

Aku pun kemudian pergi meninggalkan kak kinal sendirian di ruang tamu. Aku tahu pasti ia menatap ku kecewa. Yap aku hanya bisa mengatakan hal itu, cukup jika memang gre tak bisa menerima semuanya. Aku ikhlas jika gre akan membenci ku nantinya. Aku harap ini bukan hal yang buruk buatku nantinya.

######################################

aku termenung di kursi meja makan ini sambil memainkan sendok ku di sepiring nasi yang sama sekali belum ku makan sedikit pun. Menompang dagu menatap kosong semangkuk sup buatan mama ini.

“nin... sayang??” panggil mama seakan mengagetkanku

“iya mah”

“kamu kok belum makan? Ngk suka yah?”

“ngk kok mah, nina lagi ngak nafsu makan aja”

“kamu harus makan nin, nanti malam kamu kan harus berangkat”

“ma, jujur sama nina. Mama yakin nina tinggal sendirian di sini?”

“apa maksud kamu?”

“ma, sejak papa udah ngak ada lagi di rumah ini Cuma ada mama dan nina. Kakak juga jarang kesini semenjak sibuk di surabaya. Truss sekarang nina akan ninggalin mama di saat situasi seperti ini. apa mama yakin dengan keputusan mama? Kalau tidak nina bisa batalkan keberangkatan ini”

“jangan sayang”

“nina tau apa yang mama rasakan saat ini, tolong jujur mah” ucapku memaksa

Seketika mama berhenti mengunyah makanan nya, menaruh pelan sendok dan garpu pelan.
“mama mau ke kamar dulu” ucap mama kemudian pergi meninggalkan ku sendirian

Aku hanya menatap mama berjalan menuju kamarnya. Kini apa yang bisa ku perbuat. Seseorang yang sudah tau aku akan pergi malah sebenarnya berat buat melepasku. Apalagi gre, dia yang sama sekali belum sempat ku beritahu.

Aku mengusap wajah ku tak bisa menjelaskan lagi apa yang bisa ku jelaskan. Makan siang terakhir ini seakan ternodai akibat omongan ku yang seakan membuat mama sedih. Maaf mah, nina hanya ingin kejujuran mah. Nina yang sayang sama mama sebenarnya berat buat ninggalin mama jauh. Tapi mama memaksa untuk tetap maju dalam beasiswa ini.

~~~~~~~~~~~~~~~~~

Aku duduk di balkon kamar ku menatap langit yang kian senja ini. aku memeluk sebuah kotak berwarna ungu. Ku buka kotak itu. Aku ambil semua kota kecil berbentuk persegi berwarna pink ini. ku buka kotak itu dan terdengar suara merdu dengan boneka kecil sedang menari di atasnya. Aku menatap kotak itu tersenyum. Tak sadar air mataku jatuh tak tertahankan lagi.

Kota musik yang tak jauh beda dari milikmu gre, aku juga memilikinya. Kotak musik dari sahabat ku yang kini juga sudah jauh dari dunia ini. setiap malam aku selalu menatap kotak ini sebagai penghilang rasa rinduku padamu gre. Dan untuk kedepan nya kotak ini akan terus ku pegang sebagai penghilang rasa rinduku padamu gre.

Kini malam menjelang. Aku segera bersiap-siap untuk segera berangkat menuju bandara. Semua koper sudah di masukkan kedalam mobil dan siap menuju bandara. Aku diantar mama. Aku duduk di sebelah mama yang terus menatap jalan lurus kedepan. Mama sama sekali tak mengeluarkan sedikitpun ucapan nya buatku. Aku yang tak berani lagi berkata hanya bisa diam takut jika aku akan membuat hati mama sedih.

“mama mau nungguin nina sampai penerbangan dimulai?” tanya ku

“ngak, mama hanya mengantar mu sampai disini saja. Kamu juga harus bergabung dengan rombongan kamu kan. Mama pulang dulu yah, kamu hati2 di sana. Kabari mama kalau sudah sampai” sambil tersenyum kearah ku

“ma?”

“iya”

“maaf” ucapku sambil memeluk mama erat

“sudah~ tidak masalah, mama ngerti kok” ucap mama sambil melepas pelukan nya dan menatap wajah ku tersenyum

“sekarang kamu masuk gih, yang lain sudah nungguin. Selamat jalan sayang” sambil mengecup kening ku

“iya, nina masuk dulu” ucapku sambil melambaikan tangan ku ke arah mama.

Perasaan berat harus pergi jauh dari mama kini melandaku. Aku jalan masuk menuju bandara seakan tak ingin meninggalkan mama sendirian. Tapi apa daya ku yang tak mungkin lagi kembali. Nina akan segera kembali buat mama.

Aku duduk di kursi tunggu hingga penerbangan tiba. Termenung pilu menatap kosong lurus. Teman-teman yang serombongan dengan ku terlihat bahagia. Tapi aku? Aku malah terduduk pilu di kursi tunggu bandara ini. sekian lama menunggu ternyata penerbangan delay, sehingga membuat ku dan yang lain menunggu lagi untuk beberapa menit.

“pak, saya beli minuman di sana dulu yah” ucapku pada guru pembimbing ku

“iya, pergi lah”

Aku pun pergi menuju kantin bandara untuk membeli sebotol minuman. Tak lama akhirnya aku mendapatkan minuman itu dan segera kembali ke rombongan. Jalan ku tak fokus hanya sibuk membuka tutup botol minuman ini.

“hamids!” teriak seseorang menghentikan langkah ku. Seketika aku menoleh ke belakang tepat persis suara itu ku dengar. Seketika aku kaget melihat gre menatap ku sambil menitihkan air mata nya. aku mematung melihat sosok nya tepat di hadapanku. Ia mendekatiku dengan pipi nya basah bekas air mata. Apa? Inilah yang kamu dapatkan mids? Inilah hasil nya, rasakan. anggap semua ini tamparan keras dari amarah nya bercampur air matanya.

“ge-ge-gree??” panggil ku gugup

“kenapa? kamu kaget?” ucapnya. Aku malah gugup ngak karuan.

“kenapa kamu ngak bilang semua dari awal mids? Kenapa? ini seakan membuatku sakit mids, kamu begitu tega sama aku” ucapnya dengan derasnya air mata nya

“maaf gre” ucapku tertunduk

“ka-ka-kamu boleh benci dan marah sama aku gre. Aku terima. Sudah sepantasnya aku depaetin itu” ucapku lagi sambil menyentuh kedua pundaknya

Ia hanya tertunduk sambil menangis. Aku yang tak kuat lagi dengan ini hanya bisa pasrah dan menahan kesakitan akibat perbuatan ku sendiri. Aku tahu betapa perih nya hati mu saat ini gre. Tak lama kak kinal dan kak ve tiba2 saja muncul ke hadapan ku. Mereka berdua tersenyum kearah ku.

“maaf, kakak yang bilang semua nya pada gre” ucap kak kinal

“dan surat ini. kakak temukan di cafe, sengaja tak mengembalikan nya ke kamu. Kakak hanya ingin kamu bisa jujur pada gre. Tapi kamu benar-benar tetap dengan pendirian mu untuk tidak mengatakan nya pada gre” lanjut kak kinal

“ja-ja-jadi....” ucapku kaget

“iyah”

“ya sudah lah kak, semua sudah terjadi”

“semoga kamu sukses di sana yah, gre akan selalu tungguin kamu” ucap kak kinal sambil menoleh kearah gre yang di peluk oleh kak ve

Seketika aku menatap gre pilu. Aku dekati sosoknya yang menangis dalam pelukan kak ve. aku panggil nama nya hingga ia menoleh kearah ku.

“hak kamu lagi gre, kamu mau menunggu aku atau tidak” ucapku tersenyum kearah nya. ia masih menatapku dengan sesak tangisnya.

Kemudian aku menggambil sesuatu dari dalam tas ku.
“ini gre, kotak ini akan selalu menjadi penyemangat ku dan menjadi penghilang rasa rinduku ke kamu”

Seketika gre kaget melihat kotak musik itu yang begitu persis dengan miliknya.
“kotak musik ini?” ucapnya menatap heran kearah ku

“ya, begitu serupa dengan milikmu kan? Kotak musik ini juga pemberian dari sahabat ku yang juga sudah jauh dari dunia ini. aku tak pernah cerita ke kamu masalah ini, karena cukup hanya aku yang tau, namun keadaan membawa ku berani memperlihatkan kotak musik ini kepadamu”

Seketika gre membuka tas nya dan mengeluarkan kotak musik yang sama. Aku tak menyangka ia membawa kota musik itu. “kamu membawa nya juga gre?” ucapku semeringah

“iya”

“baiklah, jika kita saling merindu putar kotak musik ini sebagai pembayar nya yah?” ucapku

“iya” ucapnya tersenyum kearah ku

“hamids!! Ayo kembali, kita akan segera berangkat” teriak guru pembimbingku

“gre, aku harus pergi. Maaf atas semua yang pernah ku perbuat sehingga membuatmu kecewa” ucapku sambil menggenggam kedua tangan nya

“aku pergi gre, kak kinal, kak ve” sambil tersenyum. Jalan ku terus mundur. Namun kedua tangan ku masih di genggam erat oleh kedua tangan gre. Aku memberi senyuman pengertian kepada dirinya sehingga ia rela melepaskan tanganku dan kemudian merelakan ku untuk pergi.

Hingga akhirnya aku jauh dari hadapan nya. tak sadar air mataku jatuh. Ketika berada di hadapanya aku sudah merasa air mata ini akan segera jatuh. Namun semua ku tahan demi gre. Aku benar-benar tak tega meninggalkan sosoknya. Aku ingin kembali kepelukannya.

Hingga akhirnya aku sudah duduk di dalam pesawat. Sambil menunggu pesawat ini akan segera mengudara.

Gre POV

“aku akan selalu nungguin kamu mids, kamu jangan nakal disana” batin ku menatap lapangan terbang ini dari balik kaca yang besar di temani dua kakak yang sangat ku sayangi ini

“hamids pasti kembali buat kamu gre” ucap kak kinal sambil merangkul ku
Tak lama dari balik kaca yang besar ini. pesawat akan segera lepas landas. Aku hanya bisa menatap pesawat itu dengan air mata. Aku tak bisa menahan air mata ini. meski aku sudah melihat nya untuk terakhir kalinya. Menunggu kamu itu sesuatu yang sulit buat ku mids, tapi aku mencoba demi kamu.

Hingga akhirnya pesawat lepas landas dan mengudara di langit. Aku mengendus pelan sambil melambaikan tangan ke pesawat itu.

“hamids sudah pergi, ayo sekarang kita pulang” ajak kak kinal

“iya” ucapku sambil menghapus air mataku. Namun  ketika hendak menatap kedepan jalan seketika aku terkaget merasa tak percaya.

“gre?” panggil nya tersenyum kearah ku dan mengepakkan kedua tangannya untuk memberikan tubuhnya buat ku peluk erat

“hamids?!!” teriak ku kaget . seketika aku berlari mendekati dirinya dan kemudian memeluk nya erat. Air mataku pecah di pelukannya saat ini. aku tak percaya kini ia kembali ada di hadapan ku.

“aku kembali buat kamu gre” ucapnya

“ba-ba-bagaimana kamu bisa tidak jadi berangkat mids?” tanya kak kinal kaget ngak karuan

“semua berkat kotak musik ini, entah kenapa aku merasa aneh jika harus meninggalkan gre dan mama. Dua orang yang begitu aku sayangi dan juga masih banyak yang harus ku selesaikan disini” ucapnya sambil memainkan hidung ku

“ya ampun, kamu benar-benar berani mids” ucap kak ve kaget

“kalau ngak berani bukan hamids nama nya kak haha” ucapnya menyombongkan diri

“aku sedih ketika melihat pesawat yang kamu tumpangi terbang jauh mids”

“sekarang kamu udah ngak sedih lagi kan? Sekarang aku udah di hadapan kamu”

“iya” ucapku tersenyum kearah nya dan kemudian memeluknya erat kembali.

Hamids POV

Huft.. setidaknya keputusan yang kuambil ini sudah bulat. Jika memang beasiswa itu rezeki ku pasti semua akan kembali kepadaku, jadi intinya aku hanya ingin menghabiskan waktu ku bersama orang-orang yang kusayangi. Untuk masa depan nanti aku ingin berusaha lebih giat lagi untuk mencapai apa yang aku inginkan. Terima kasih buat semuanya yang sudah mendukung ku hingga akhirnya keputusan ku bukan harapan yang kalian harapkan.


THE END


---------------------------------------------------

Holla^^
The last chapter sudah terbit yah hehe
Maaf kalau ending nya jelek, masalah nya saya tidak begitu jago dalam mengakhiri sebuah cerita :’D
Makasih yang udah baca dan nungguin hingga FF ini berakhir. Maaf kalau selama ini cerita nya agak aneh atau membingungkan, karena saya masih newbie jadi di maklumi saja haha xD
Thank you so much... much... much hehe :D


Sampai ketemu di FF lainnya yah^^
luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com