Minggu, 01 November 2015

Fanfiction : Secret (2) ( VeNal JKT48 )

SECRET (2)

Malam yang sepi. Aku berjalan di sendirian di trotoar jalan ini. Tertunduk sambil memijit kedua alis ku. Aku tak tahan terus-terusan seperti ini. Salah ku, iya salah ku. Aku yang bodoh telah menerima perjanjian itu. Tak bisakah aku berfikir sebelum menggambil semua itu? Dimana aku saat itu? Bagaikan aku terhipnotis akan ajakan adyth yang membuat ku lupa akan segala nya.

Kaki ku terasa lelah, angin malam membuat setiap bulu kuduk ku berdiri. Dingin, aku ingin pelukan dia. Seseorang yang sangat ku sayangi. Namun apa yang kini aku lakukan telah melukai hatinya. Aku terhenti dan memilih duduk di pinggiran trotoar jalan. Tak banyak kendaraan yang lalu lalang karena kini malam semakin larut.

Aku tertunduk pilu sambil menyembunyikan wajah ku di balik ringkuan ku saat ini. Kadang aku harus menghantamkan kening ku ke lutut yang cukup keras. Aku pusing. Sungguh pusing seperti kepala ini mau pecah. Lama aku tertunduk sebuah biasan cahaya menyinari ku saat itu, seketika aku menoleh ke arah cahaya itu. Aku di terangi oleh cahaya lampu mobil yang mengarah kearah ku. Aku mematung dan heran. Ku lihat pintu mobil itu terbuka dan siapa dia? Yap! Dhike, sahabat ku semenjak SMA. Dari mana ia bisa tau aku tengah ada disini?

“dhike?”

“hai nal” sahut nya tersenyum kearah ku

“kok lo bisa tau gw ada di sini?”

“gw ngak sengaja lewat sini, eh ngelihat elo duduk di pingiran trotoar begini. Ngapain?”

“gw lagi stress key” balas ku lesu

“karena masalah itu?” tanya dhike yang juga sudah mengetahui apa yang sedang terjadi padaku

Aku hanya mengangguk atas pertanyaan dhike. Aku tak sanggup harus jawab apa. Ditanya bagaimana solusi yang bisa aku lakukan, itu pun percuma. Itu hanya bisa membuat ku mati lebih cepat. Seketika dhike menepuk pundak ku dan kemudian merangkul ku dengan penuh perhatian. Aku masih tertunduk pilu sambil menompang dagu di lutut ku.

“gw ngk nyangka kinal yang tomboy seperti ini tak bisa menyelesaikan masalah dengan mudah? Bukankah lo pernah bilang ke gw kalau lo itu jendral yang hebat? Wanita yang tanguh? Tapi dimana itu semua? Sejak kapan lo jadi lemah seperti ini?”

Aku mematung menatap dhike, mencerna setiap ucapan yang baru saja ia katakan padaku. Iya, aku pernah mengatakan hal itu. Tapi apakah aku tak boleh menjadi seterpuruk ini meski aku pernah menganggap diriku ini seseorang yang berjiwa jendral?

“jika lo mau cepat selesai, ungkap semua di hadapan ve”

“itu malah membuat ve jadi terluka key?”

“bukankah lo udah melukai nya duluan nal? Sadar lah?” bentak dhike sambil menguncang tubuh ku yang lemas ini

Semakin di sudutkan, semakin lemah dan tak berdaya diriku saat ini. Rasanya ingin mati saja, hingga tak ada lagi beban yang kurasakan. Seketika aku berdiri, memunggungi dhike yang masih mendongkak menatap ku. Ku usap kedua wajah ku dan mengeram sambil menggenggam erat rambut ku kasar.

“aaaaarghhhh!!!!” teriak ku

“iya! Gw udah melukai hati ve terlebih dahulu!” teriak ku lagi

“nal?” panggil dhike

“gw nyerah! Nyerah!!!!”

Plakkkkk!
Seketika tamparan keras melayang di pipi ku. Membuat ku tertunduk hingga menitihkan air mata. Aku pantas dapatkan ini.

“bilang sama gw jika lo tak bisa jujur dengan ve! Biar gw yang bilang pada ve tentang semuanya!”

“.......................”

“gw ngk tahan lihat lo seperti ini nal? Gw kira lo bakalan bahagia sama ve, tapi apa? Berkat ulah lo sendiri demi mempertahankan perusahaan itu, lo mau merelakan ve dengan pria brengsek itu!”

“jangan ungkit masalah itu lagi!” teriak ku sambil menunjuk kasar dhike

Amarah ku terluapkan ketika dhike mengucapkan inti dari permasalahan yang selama ini aku rasakan, aku perbuat. Tangan ku mengepal hebat, ingin menghantam siapapun yang ada di hadapan ku, meski itu adalah dhike. Rahangku mengeras, sesak. Nafas ku tak beraturan.

“lo mau pukul gw? Pukul! Lampiaskan semua yang lo rasain saat ini!”

Ku pejamkan mata, kepalan tangan ku semakin kuat. Rahang ku pun semakin mengeras. Aku tahu dia siapa, sekelebat kenangan indah pernah terjadi antara aku dan dhike. Sahabat yang selalu ada buat ku. Sahabat yang selalu memberikan motivasi terbaiknya untuk ku. Aku tak mungkin melampiaskan semua amarah ku pada dhike. Bukankah dia ingin aku tenang, kembali seperti semula. Tapi aku malah memilih ego ku yang tak beraturan ini. Seketika aku mengendus pelan dan mencoba meredakan segala emosi ku.

Tubuh ku melemas dan terduduk di aspal ini. Mematung hingga aku tak bisa lagi berfikir jernih. Seketika dhike mendekat kearah ku, menyentuh kedua lengan ku. Kemudian ia menegakkan wajah ku. Dan tak lama memelukku erat. Entah apa yang membuat hati ku luluh saat ini, air mataku jatuh tak tertahan kan. Aku menangis di pelukan dhike. Tangis terisak membuat ku bukan kinal yang dulu.
“gw ngak mau lihat lo seperti ini terus nal, gw mau lo bahagia lagi bersama ve. Pikirkan jalan terbaik untuk menyelesaikan permasalahan lo”

“otak gw udah buntu key”

“gw siap bantu lo buat selesaiin masalah ini” balas dhike melepaskan pelukan nya

Aku hanya tersenyum mendengar ucapan dhike itu, “udah jangan nangis lagi, eh ini pertama kali nya gw lihat lo nangis kejer gini” balas dhike heran

Aku tertawa kecil sambil tertunduk. Tentu aku malu karena ini yang pertama kali aku rasakan. Kemudian dia membantuku untuk segera berdiri, merapikan seluruh pakaian ku dan rambut ku yang terlihat acak-acakan.

“sudah malam nal, sebaiknya lo gw anter pulang yah” ucap dhike yang membuat ku mengangguk menyetujui ajakan nya.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~\

Tak lama aku sampai di apartement. Aku pencet tombol kode apartement ku. Kemudian aku masuk, ku lihat keadaan apartement yang sudah gelap gulita. Seketika ku hidupkan lampu sebagai penerang jalan ku. Ketika aku hendak berjalan menuju kamar, ku lihat ve tengah tertidur di sofa, meringkuk kedinginan. Tanpa berfikir panjang aku dekati sosok nya yang sudah tertidur pulas itu. Ia menunggu ku sampai harus tidur di sofa seperti ini. Badan nya yang cukup ringan membuat ku harus menggendong nya menuju ranjang. Sedikit keberatan memang, tapi tak masalah bagiku demi tak membangunkan dirinya dari tidur nya yang lelap ini.

Ku selimuti seluruh tubuh nya dengan selimut. Ia mengeliat nyaman ketika aku menyelimutinya. Seketika aku tersenyum dan kemudian mengelus pipi  nya yang tembem itu. Waktu yang sudah menunjukkan pukul 02.00 wib, aku akhirnya memilih tidur. Untung saja besok weekend, jadi tak ada jadwal kantor untuk esok hari. Ku baringkan tubuhku di ranjang, tepat di sebelah ve yang sudah tertidur pulas itu. Sebelum nya ku kecup kening nya dahulu dan kemudian aku langsung tidur.

Pagi menjelang. Ku lihat biasan matahari mengenai pelupuk mataku. Seketika ku hadang dengan lengan ku saat itu juga. Mataku sayu-sayu menatap seseorang yang tengah berdiri di depan lemari pakaian.

“ve?”

“kinal? Kamu sudah bangun? Hmm rekor sekali kamu bangun jam 11 yah” balas ve sambil menatap jam dinding

Kemudian aku duduk diatas ranjang sambil mengumpulkan nyawa terlebih dahulu. Aku kucek kedua mataku untuk bisa melihat dengan jelas di sekelilingku. Terlihat seketika ve mendekati ku dan duduk di sebelah ku.

“maaf untuk tadi malam nal” ucapnya

“maaf untuk apa?”

“aku udah memaksa kamu untuk jujur, padahal sebenarnya kamu ngak nyembunyiin sesuatu dari aku kan?” balas nya sambil mengelus pipi ku

“i-i iya...” balas ku gugup

“kalau gitu kamu mandi gih, temenin aku ke mall yah”

“mau ngapain?”

“mau nyari baju nal, lagi diskon hehehe” balas nya manja sambil menidurkan kepala nya di bahu ku

Seketika aku menggendus pelan, “iya iya” balas ku kemudian turun dari ranjang dan bergegas menuju kamar mandi

#################################

Akhirnya aku dan ve sampai di mall yang tak jauh dari apartement kami. Aku dan ve berjalan menyusuri setiap toko pakaian yang ada di mall. Hal yang sedikit malas buat ku menemai ve berbelanja pakaian yang bisa di bilang sangat memakan banyak waktu. Namun mungkin saat ini lagi pengen melihat pakaian-pakaian yang mungkin bisa saja ku beli. Jarang-jarang aku bisa berbelanja seperti ini.

“ya ampun ve, rame banget ini. Pindah yuk?” ajakku tak nyaman melihat toko yang cukup padat

“iih.. nanggung nal, itu aku sudah ketemu sama barang yang mau aku cari”

Saat ini toko yang ku kunjungi dengan ve begitu padat. Tak hanya dipadati kaum wanita saja, tapi kaum pria pun ikut dalam kepadatan toko ini. Bagaimana tidak padat? Bisa di bilang hanya toko pakaian inilah yang membuka diskon besar-besaran.

Aku semakin bete berlama-lama disini. Terus menggoda ve untuk segera meninggalkan tempat ini, namun ve bersikeras untuk tetap berada di toko ini. Aku Cuma bisa pasrah, tak ingin membiarkan ve berpadat-padatan bersama wanita-wanita dan ibu-ibu penggila pakaian diskon ini. Namun tak lama seketika seseorang menepuk bahu ku dari belakang.

“mas.. mas.. permisi sebentar” ucap seorang SPG mencoba mencari celah untuk lewat

Seketika aku menoleh kearah SPG yang menepuk pundak ku itu. Aku keget ketika ia memanggil ku dengan sebutan Mas .

“maaf, saya perempuan kali mas, ngak usah di panggil begituan juga” balas ku bete

“eh perempuan toh, dari belakang seperti laki-laki mba. Lagian dandanan mba kaya laki-laki sih” balas SPG itu seketika melipir meninggalkan aku dan ve

Tanpa di sadari, sedari tadi ve hanya tertawa kecil melihat percakapan singkat ku bersama SPG kelemer-kelemer itu. Seketika aku menatap ve sakartis dan kemudian menarik nya keluar toko.

“hahahaha aku jadi geli dengar nya nal” tukas ve yang masih menahan tawanya itu

“udah lupain, anggap aja itu manusia planet mars yang panggil begitu” balas ku bete

“makanya style kamu ubah dong, jangan pake kemeja atau T-shirt dan celana jeans mulu. Kaya aku nih” sambil menunjukkan style pakaian nya yang girly itu

Aku hanya menyerngit menolak style nya itu jika terjadi pada diriku. Memilih untuk diam tak melanjutkan percakapan aneh ini. Seketika ve menganggu pandangan ku, membuat ku sedikit malu jika di lihat seperti itu. Tak lama tawa nya pecah dan kemudian merangkul ku penuh kasing sayang. Terkadang suka mengacak rambut ku dan membuat ku sedikit kesal jika rambutku di acak.

“nal, kita ke toko perlengkapan bayi dulu yah sebelum pulang”

“hah?? Ngapain? Sejak kapan kamu....?” tukas ku menyerngit kaget

“ih apaan sih?” ucap nya seketika memukul manja lengan ku

Akhirnya aku dan ve menuju ke toko perlengkapan bayi. Mataku sedikit berbinar-binar melihat bentuk lucu perlengkapan bayi ini. Aku merasa gemas melihat bentuk dan ukuran yang kecil-kecil ini.

“ini bagus ngak?”

“emang cowok bayi nya? Emang buat siapa sih?”

“iihh itu loh kinal, kakak sepupu aku baru lahiran jadi mau beliin hadiah gitu”

“ouh gitu, bilang dong dari tadi”

Aku pun berjalan meninggalkan ve sambil menyusuri setiap sudut toko ini. Mencari barang apa yang cocok untuk di berikan kepada bayi laki-laki. Dan tap! Mataku berhenti di sebuah benda yang cukup lucu dan mungkin kelihatan keren jika di pakai oleh bayi laki-laki. Aku menggambil satu dan memperlihatkan nya kepada ve.

“ve, kalau ini gimana? Ini bagus loh, jarang-jarang kali bayi pake ini”

“ini baju?”

“kain sarung!, ya baju lah ve”

“hahaha iya deh, iya nih lucu. Kamu kok pinter nyari nya?”

“kinal gitu loh” tukas ku sedikit menyombongkan diri

Hari ini cukup melelahkan. Bisa dibilang seharian aku dan ve berjalan di mall ini. Mungkin 1 lantai kami hitari selama 2 jam. Hingga akhirnya aku memilih beristirahat di sebuah resto untuk sejenak menyelaraskan energi ku dan ve setelah bercapek-capek ria menyusuri seisi mall ini.

“besok temenin aku yah ke rumah kakak sepupu ku”

“hm..” balas ku mengangguk sambil menyeruput minuman ku

Sudah 30 menit aku dan ve beristirahat sejenak di resto ini. Aku dan ve kini sibuk di balik hp masing-masing. Tak ada percakapan yang membuat kami asik untuk berlama-lama disini. Badan ku terasa pegal, seketika aku menyandar sambil menatap kasir di depan sana. Namun tiba-tiba saja masuk seseorang yang ku kenal dari pintu satu resto ini. Seketika aku kaget dan mulai gugup. Ve sedari tadi terus asik di balik hp nya itu. Dengan cepat aku genggam pergelangan tangan ve untuk bersiap membawa nya pergi dari sini.

“ve, ayo kita pulang, a-a-aku bosan disini” balas ku gugup

“nal kamu kenapa?” tanya nya heran menatap ku gugup

“ngak kenapa2 kok, yuk” ucapku sambil menarik lengan nya untuk buru-buru keluar

Aku memilih keluar dari pintu samping yang ada di resto ini, menjauhkan ve demi tak melihat si pria brengsek itu. Jalan ku cepat untuk segera menjauh dari resto ini. Tapi ve terus heran menatap ku yang tiba-tiba saja berubah menjadi aneh. Jauh dari resto itu seketika ve menghempaskan lengan nya sehingga membuat genggaman ku terlepas.

“kamu kenapa sih nal?”

“gpp”

“tapi kamu kelihatan aneh tauk!”

“ya udah sih, ayo kita pulang”

Kini hari sudah mulai senja. Jalanan jakarta yang macet membuat ku sedikit kesal. Stir mobil ini aku genggam erat, kadang sesekali aku memijit kedua alisku. Kenapa dunia ini terasa sempit? Ketika aku berjalan berdua bersama ve selalu saja pria brengsek itu muncul. Aku yang ingin menjauh dari nya tapi malah terus-terusan di pertemukan. Apa yang salah dari ku? Mungkin kah ini balasan atas semua kesalahan ku?

“nal?” panggil ve sambil menyentuh lengan ku. Seketika aku tersadar dan menoleh kearah nya

“iya”

“kamu baik-baik aja?”

“iya, aku baik-baik aja kok”

“kamu tidak menyembunyikan sesuatu dari aku kan?”

“ouh... ng-ng-ngk kok”

Pertanyaan yang selalu membuatku gugup. Kenapa harus ada pertanyaan itu? Aku ingin jangan pernah ada pertanyaan itu. Semakin membuat ku dilanda rasa takut, kesal terkadang kecewa. Iya kecewa, kecewa terhadap diriku sendiri. Seandainya perjanjian itu tak aku setujui mungkin aku jauh dari pertanyaan itu. Tuhan... tolong aku untuk menyelesaikan semua persoalan yang membuat ku menjadi rumit. Jika memang aku harus menyerah dari semua nya aku harap engkau memberikan satu hati yang terkuat untuk ve.


~Bersambung




------------------------------------------------------------


Hai^^
Haduuuh... FF ini udah lama banget yah, chapter 2 nya baru bisa di post sekarang - -“
Maaf yah menunggu lama banget, abisnya saya kehilangan ide saat itu, tapi sekarang saya mencoba untuk kembali mencari ide yang sempat hilang. Meski lanjutan nya jelek :’D
Makasih yang udah rela nungguin, yang udah baca chapter 1. Saya sempat PHP, tapi sekarang ngak. Insyaallah kalau ada waktu saya lanjutin lagi yah J
Oiya terima kasih buat yang udah ingetin soal FF ini^^


Terima kasih yang sudah membaca J

Minggu, 04 Oktober 2015

Fanfiction : KEDUA -Inspired by @Viny_JKT48-

KEDUA

Aku tau semua perbuatan ku salah. Sangat salah jika banyak di ketahui orang lain. Atau mungkin dia, Viny, sahabat terbaikku yang kini menjalin hubungan bersama Reno yang kini juga menjalin hubungan dengan ku. Perasaan salah ku membuat semua menjadi sulit, aku harus menjalani hubungan dengan tertutup tanpa ada yang mengetahui.

Sudah terlalu banyak kesalahan yang kubuat sehingga aku harus menanggung semua nya. Aku yang bodoh telah menerima perasaan nya itu. Aku terlalu bahagia, terlalu menginginkan dia meski aku harus menjadi yang kedua. Tak menyadari jika Reno telah memiliki kekasih. Seandainya waktu bisa ku putar, tak ingin ada yang namanya hubungan terlarang seperti ini. Aku hanya ingin merasakan cinta yang sebenarnya.

aku ingin putus!” tukas ku dengan tegas nya

Ia hanya diam disaat aku mengatakan hal itu. Fokus di balik laptop nya itu. Sama sekali tak membalas ucapan ku. Jujur, aku benar-benar berat untuk megatakannya. Percuma saja aku mengatakan hal ini, ucapan ku hanya omong kosong buat nya. Sudah yang keberapa kali kah aku mengucapkan kata itu. Mungkin lebih dari 4 kali. Ia terus menahan ku, menggantung hubungan ini hingga aku menjadi tak tentu arah. Hingga akhirnya aku memilih bertahan, menunggu hingga sampai pada waktunya.

Waktu seakan begitu menghukum ku. Akibat perbuatan ku yang membuat nya kesal seketika berubah menjadi dingin. Tak pernah sedikitpun perhatian nya mengarah kepadaku lagi. Ia selalu sibuk dengan Viny. Aku merasa bukan lagi kekasih nya. Tapi apa? Ia sama sekali tak membalas keinginan ku itu. Sampai kapan aku bisa terus bertahan seperti ini. Disaat yang sesulit ini.

Hari yang sulit buat ku ketika aku harus menemani Viny keperpustakaan hari ini. Sungguh tak heran lagi ketika viny selalu mengajak Reno ke perpustakaan, dimana ada reno disana ada viny. Aku semakin di landa perasaan yang sulit. Hati ku remuk perdetik nya. Ingin lari namun aku tak bisa, ingin mengacak semua apa yang ada di hadapan ku pun aku tak bisa. Semua keredam hingga menjadi sesak kurasakan.

kamu capek ngetik nya sayang?” ucap viny sambil menghapus keringat di dahi reno

Aku yang duduk di hadapan mereka berdua hanya menahan amarah. Tak tersadar kertas ku telah ku remuk hebat sehingga tak terlihat berbentuk lagi. Matanya yang seakan membuatku ingin menuangkan semua di hadapan nya, namun aku sadar. Siapa aku? Aku yang akan menjadi perusak hubungan mereka. Aku yang disalahkan dan aku yang di benci nantinya.

Sudah berapa banyak cemburu yang ku torehkan pada setiap pertemuan mereka. Sudah berapa banyak bual yang ia ucapkan sehingga aku masih terus bisa melihat kemesraan mereka berdua. Kini aku terhanyut dalam sebuah realita yang tak semestinya ku rasakan. Aku sadar, kini kau tak pantas untuk ku dan kau bukanlah milikku.

Kini semua menjadi sulit, ketika aku menjadi sebuah pilihan dan kau adalah jawaban. Aku hanya butuh keadilan diantara dua hati ini. Jelaskan arti adil? Terus menggerutu ku dalam hati tak bisa mengungkapkan. Cuma satu pinta ku padanya, aku hanya ingin tetap menjadi milikku karena aku tak sanggup lagi berbagi seperti ini.

Dalam sebuah titik bifurkasi, ketika kau berubah. Memilih antara aku dan viny. Tak bisakah kau mengerti untuk satu tujuan ini saja.sungguh aku benar-benar lelah dengan sikap nya yang kini berubah menjadi dingin terhadapku. Mulailah kembali menjalin kebaikan bersama ku, buang sikap dingin mu saat ini. Aku ingin cuma ada KITA tanpa dustai dia. Aku selalu memberimu yang terbaik, tapi mengapa? Mengapa malah dia yang mendapatkan yang terbaik dari mu.
Di dalam ruangan ini, perpustakaan ini aku terus menatap dalam mata reno yang masih saja bersenda gurau bersama viny di hadapan ku. Sungguh jelas, tak ada sebuah pembatas yang bisa membuatku tak bisa melihatnya. Ingin ku katakan padanya...
                  
Mampukah kekasih mu setangguh aku? Ketika aku menunggu tapi tak di tunggu, bertahan tapi tak ditahan

Aku terus menatap mata reno yang sayu itu. Terlihat jelas sungguh kini ia begitu melupakan ku. Jawab semua pertanyaan ku waktu itu jika kau tak mencintai ku lagi, aku akan pergi jika itu terjadi. Sampai kapan kau mau begini? Terus jalanin hubungan rahasia seperti ini?. Tak sadarkah dibalik senyuman melihat kamu dan viny berdua, bermesraan itu sungguh membuat ku terluka.

Kalau seperti ini, tak bisa memastikan apa yang telah ada. Sudahlah aku mengalah saja. Hanya viny lah menjadi pemenang di hati mu saat ini. Aku Cuma juara kedua di hati mu.
Kini raga dan batin ku lelah, menyerah sebelum waktunya menyerah. Aku tak tahu lagi harus berbuat apa. Sungguh sulit buat ku menjadi yang pertama di hatimu. Mungkin semua karma buatku, aku yang memulai dan kini akulah yang harus mengakhirinya.

Detik ini dan saat ini juga, tak ingin selalu menjadi yang tersulit di benakku. Akhirnya aku memberanikan diri untuk berkata jujur, di hadapan mereka, ya Reno dan Viny. Tak memperdulikan apa yang terjadi nantinya, biarkan aku menjadi bahan olok-olok orang lain, di benci viny seumur hidup ku atau malah aku harus di asingkan menjauh dari sini. Satu tekad ku hanya ingin keluar dari penjara yang dingin ini, dingin akan sikap nya yang kini telah meremukkan segala perasaan ku.

“aku mau ngomong sesuatu sama kalian berdua” tukas ku memberanikam diri memecahkan kebahagiaan yang sangat ku benci

“apa? Apa itu hal menarik?” tanya viny penasaran

“mungkin ini sangat menarik, sangat menarik bagi reno dan kamu”

“reno? Aku?”

Aku menyadari tatapan dingin reno mengarah kepadaku. Tatapan yang sungguh ingin menghancurkan ku. Tapi aku tak memperdulikan semua itu. Aku hanya ingin sebuah kejujuran terjadi disini.

“saat ini aku tak ingin menjadi yang pertama, dia yang berubah kini membuatku tak bisa lagi mempertahankan hubungan ini” ucapku melirik sinis ke arah reno

“maksud kamu apa?” tanya viny yang semakin bingung dengan ucapan ku

“dia yang dulu ku cinta, dia yang dulu ku sayang tak bisa ku harapkan lagi perhatian nya. Aku yang selalu mengatakan ingin berpisah tapi ia terus menahan ku hingga detik ini, hingga tanpa kejelasan”

Viny terus menatap ku heran. Aku sama sekali tak memperdulikan viny. Aku hanya ingin, dia orang yang ku singgung ini mengerti.

“kau adalah pemenang nya vin, walaupun aku juara kedua”

“aku ngk ngerti, apa maksud kamu?”

“cukup hubungan ini sampai disini ren, aku tak ingin melihat semua tingkah mu yang dingin. Terima kasih atas semua nya, kamu telah mengajariku bagaimana menjadi wanita yang tegar” ucapku kemudian berdiri hingga siap untuk segera pergi dari sini

Viny seperti menatap ku tak percaya. Matanya terus-terusan melihat kearah ku dan reno. Aku yang hanya bisa berkata jujur ini Cuma bisa meredam segala perasaan ku. Jujur saat ini aku masih sayang dan cinta. Tapi apa dayaku yang kini hanya bisa mengagumi nya dari jauh. Tak lama aku berjalan meninggalkan reno dan viny. Maafkan atas semua kesalahan ku vin, kamu boleh marah dan benci padaku.

Cinta tak memandang siapa pun, jika dia di hadapan mu mungkin dia yang akan menjadi milikmu. Tapi ingat, ketika cinta datang menjadi perusak, salah satu hati akan hancur berkeping-keping.



THE END



------------------------------------------------
Holla :D kembali lagi dan saya wkwk
Kali ini posting cerita baru nih hehe. Sama dengan cerita-cerita sebelum nya, cerita ini saya ambil dari lagu Juara Kedua by Fiersa Besari. Penyanyi yang terkenal di dunia musik Indie. Kenapa saya terinspirasi dari lagu ini? Ya karena saya suka mengaplikasi sebuah lirik lagu menjadi sebuah cerita wkwkwk xD
Cerita yang tak begitu bagus yah, tapi saya hanya bercerita berdasarkan apa yang sedang saya pikirkan.
Maaf kalau jelek, karena saya iseng-iseng buat cerita hahahaha xD

Terima Kasih^^





Baca Juga :









Selasa, 15 September 2015

Fanfiction : Yokaze no Shiwaza (Perbuatan Angin Malam) -Inspired by @veJKT48-

Yokaze no Shiwaza
(Perbuatan Angin Malam)


“aku pergi, jaga dirimu baik-baik”

Mengecup keningku dan kemudian membelai rambutku pelan. Meninggalkan ku dengan kesibukan nya yang sangat membuat ku sedih. Ia pergi dengan pakaian kantor nya di selimuti dengan mantel hangat nya.

Aku menatap setiap langkah kaki nya itu. Hanya terlihat punggung nya. Tegap dan tinggi besar. Sulit buat ku hanya untuk melepaskan nya bekerja seharian. Seakan ini membuat ku tak bisa hidup tanpa nya. Terhitung semenjak kami bersama tak ada waktu yang ku rasakan bisa berada di samping nya lama.

Malam menyambutku yang sendirian duduk di kursi panjang taman ini. Terlihat bulan sabit yang berwarna orange berpura-pura di pojok langit itu. Bagaikan tak ada yang menemani nya di langit hitam yang selalu datang menerpa kesendirian ku. Berharap setiap kali aku merasakan kesendirian ini ada satu suara yang mampu membuat ku menghilangkan rasa rindu ini.

“apakah telepon saja tidak bisa? Padahal aku merindukan mu dan terus menunggu kamu” tukas ku pelan sambil menatap layar hp ku

Kesibukan nya yang selalu membuat ku terus merasa sepi. Tak beda jauh dengan hari-hari sebelumnya, tentang hari ini pun ia tetap sibuk dengan pekerjaan nya. Aku tau, aku sadar dan mengerti atas semua kesibukan nya. Tapi setidaknya ia bisa mengerti perasaan ku yang kini selalu sepi. Ketika malam tiba tak ada kehangatan peluk nya yang kurasakan. Selalu di buat akan rasa kerinduan sepi melewati malam yang dingin.

Aku berjalan sendirian di jalanan aspal ini, tak ada terdengar suara apapun yang bisa membuatku sedikit berfikir tenang. Tapi sama saja, suara kaki ku pun terasa sepi seakan aku ingin menendang kaleng kosong. Memberikan satu suara, melampiaskan segala apa yang kurasakan saat ini.

Jalan ku sambil menatap bulan sabit yang masih saja diam sendirian di langit itu. Tak ada awan yang menyelimuti nya. Mungkinkah bulan ini seakan menceritakan semua yang ku rasakan saat ini. Berapa pun banyak nya bintang di langit sana tak ingin menjadi satu yang sempurna di diriku. Cukup bintang ku hanya lah dirinya, satu-satu nya penarang ku. Berkelap-kelip di dalam jiwaku hingga selalu menjadi lampu yang selalu menerangi setiap sudut hati ku yang gelap.

Aku terus berjalan hingga mendapat sebuah ayunan berwarna-warni di taman ini. Aku mendekati ayunan itu, aku duduk diatas nya. Terasa dingin sehingga membuat ku sedikit merasakan suntikan dingin yang cukup membuat ku menggigil.

Terus berkali-kali aku menatap daftar telpon yang masuk. Tak ada nama nya tertera di situ. Memainkan setiap jari jempol ku memainkan layar hp ku. Berharap ia akan menelfon ku, meninggalkan jejak bahwa ia baru saja menelfon ku. Tapi seakan semua hanya bisa ku angan kan, tak ada yang berbeda. Sama, tak ada yang berubah dari daftar telfon yang masuk ini.

Merasakan sikap nya yang dingin akhir-akhir ini. Terasa kini hanya aku yang merasakan berat cinta , hingga merasakan semua ini terasa berat sebelah, tak ada balasan suci yang kurasakan. Ia terlalu sibuk, tanpa merasakan atau menyadari aku yang kini telah menjadi miliknya. Berharap tak akan ada pesan tertingal setiap sepi mengundangku, cukup telfon dan tanya aku apa yang sedang aku rasakan sekarang.

“aku rindu~” ucapku pelan dengan suara gemetar menahan tangis

Aku ingin segera bertemu dengan nya, terus menahan tangis ku. Merasakan aku ingin terbang kelangit itu, aku ingin ditemani bulan dan bintang-bintang agar aku tak bisa merasakan kesepian seperti ini.

Berfikir entah apa yang kulakukan saat ini. Kenapa aku bisa jadi suka seperti ini, setiap malam. Setiap ia selalu meninggalkan ku. Seakan angin malam selalu membawa ku kesini, menusuk setiap pori-pori kulit ku. Dingin hingga aku merasakan kerinduan sosoknya. Ingin di peluk hangat oleh sosoknya. Seakan semua terjadi karena perbuatan angin malam.

Masih dengan keadaan ku yang terus menunggu sosok nya disini, sepi, sendirian. Tentu saja aku menunggu hingga aku terus menahan air mataku. Melampiaskan segala amarah ku yang selama ini ku pendam. Namun aku urungkan karena aku malu, tak bisakah aku menjadi bulan yang ada di langit itu? Ia yang selalu sendirian tak pernah mengeluh apalagi menangis, ia selalu sendirian. Hanya bintang-bintang itu yang selalu menemani nya.

“telfon aku, aku ingin kamu mengabari ku, ajak aku untuk bisa menemui mu disana” ucapku sendirian terus menatap layar hp ku

Tak ada jawaban atas semua ucapan ku. Ingin rasanya aku pergi kesuatu tempat. Butuh sesuatu yang bisa membuat ku tenang. Bukan kamar, tempat yang selalu sepi. Sendiri. Aku mengukuh kuat tak ingin pulang. Memilih terus sendirian sampai ia bisa datang menemui ku atau mungkin mengabari ku bahwa ia akan terus berada di samping ku.

Berlarut-larut, berlama-lama, hingga waktu tak terasa bagi ku. Malam yang semakin dingin. Kesepian semakin terasa, jalanan sepi menandakan waktu yang tak pantas lagi untuk bisa berkeliaran di malam hari.

Sampai berapa lama lagi aku harus menunggu nya, hingga aku bisa bertemu dengan nya. Apakah aku disini saja sendiri sampai pagi, menunggu dirinya. Aku terlalu serius kah? Terlalu bodoh atau berlebihan? Entah lah aku hanya ingin bertemu dirinya. Menikmati malam yang sunyi ini. Memikirkan keesokan hari yang tentu saja pasti akan bertemu dirinya, tapi aku tak ingin. Aku tak ingin pulang. Berharap ia datang menjemputku saat ini. Peluk aku.

Menatap pilu kesendirian ku, entah berapa lama aku terus menunggu nya. Percuma saja aku lakukan semua ini, ia mungkin saja tak akan mencari atau mengkhawatirkan ku. Aku mulai bosan untuk terus berada di sini. Hingga akhirnya aku memilih kembali, menegakkan tubuh ku lemas sambil menghela napas pelan.

“kamu ingin pulang?” tukas seseorang menyadarkan ku dari kepiluan hati

Seketika aku menegakkan kepala ku. Mataku ku yang sayu kini membelalak. Sosoknya yang kutunggu tepat berada di hadapan ku. Berdiri tegap, masih mengenakan baju kantor dengan di selimuti mantel hitam nya. Ia tersenyum kearah ku.

Merasa tak percaya apakah ia yang kini berada di hadapan ku. Tak tersadar air mataku jatuh hingga membasahi pipi ku. Seketika aku berlari mendekati dirinya dan ku peluk dirinya erat saat ini. Ia memelukku pun dengan erat nya. Ia terus mengecup kepala ku sesekali membelai rambut ku sambil tertawa kecil.

“kamu tau aku berada disini?” tanya ku mendongkak kearah nya

“tentu saja aku tau, detak jantung mu adalah detak jantung ku juga” balas nya tersenyum kearah ku

Aku membalas senyum nya itu. Kembali ku peluk erat tubuh nya yang hangat. Tak lama seketika ia melepaskan pelukan ini pelan. Ia menggenggam erat lengan ku dan menatap ku dalam.

“jangan diam sayang, katakan apa yang ingin kamu katakan. Jika kamu ingin terus bersama ku, katakan itu” tukas nya terus menatap ku dalam

Aku tertunduk ketika ia mengatakan hal itu. Aku tak berani menjawab pernyataan nya itu yang sebenarnya selalu menjadi permasalahan bagi ku.

“aku akan berhenti demi kamu”

“jangan!” balas ku kaget

“kenapa? Pekerjaan bukanlah hal yang utama sayang, yang penting kebahagiaan kamu dan aku” balas nya sambil menyentil manja hidung ku

“pekerjaan adalah tanggung jawab kamu sayang”

“sudah lah, semua sudah terlambat. Aku sudah mengundurkan diri” balas nya berjalan santai. Aku menatap nya heran.

“kamu mengundurkan diri? Terus bagaimana? Ini semua salah ku, tak seharus nya aku berlaku seperti ini”

“sudah lah, jangan menyalahkan diri sendiri sayang” tukas nya kembali menggenggam erat lengan ku. Aku malah menatap nya bingung.

“kita akan pergi dari sini, aku akan ajak kamu pindah dari sini. Soal kerjaan aku sudah memiliki perusahaan sendiri dan itu tak akan bisa membuat ku lebih sibuk seperti sebelumnya”

“kamu serius?”

“ya”

Sepintas ucapan yang aku anggap itu tak benar malah di lakukan nya dengan serius. Memilih mengundurkan diri dari kantor nya demi aku. Sedikit aku merasa bersalah saat ini, namun ia terus menolak permintaan maaf ku. Tak menginginkan aku menyesali semua yang telah aku lakukan.

“kita pulang, besok kita akan pergi dari sini” tukas nya kemudian merangkul ku

“hm..” balas ku mengangguk tersenyum

Hingga akhirnya tak ada lagi yang bisa ku sesali saat ini. Ketika perbuatan angin malam selalu menerpa ku. Tak akan ada lagi malam yang sunyi ku dapati, kini hangat dan penuh akan setiap desahan nafas ku. Cukup jika semua yang dulu itu terjadi sekali. Berharap kebahagian akan terus berada bersama aku dan dirinya.

Terus lah menjadi angin malam, tapi tak akan pernah ku rasakan perbuatan nya. Kini aku hangat dalam pelukan nya yang erat.


THE END

-----------------------------------------------------------

Hai.. :D
FF terbaru hehe
Cerita yang tentu saja terinspirasi dari sebuah lagu. Lagu yang cukup galau sih haha tapi cerita ini tidak saya bikin galau, karena kalau galau itu terlalu mainstream :v
Maaf jika cerita nya jelek dan membingungkan, karena saya bercerita berdsarkan apa yang sedang saya pikirkan.
Lagu yang menginspirasi cerita ini adalah sebuah lagu dari team J di setlist Theater no Megami. Yang nyanyiin oshi saya sendiri >.< Jessica Veranda ( @veJKT48 )


Ok itu saja yah. Terima kasih yang sudah membaca^^

Kamis, 27 Agustus 2015

Fanfiction : Ame no Pianist (Sang Pianist Hujan) -Inspired by Team T JKT48-

Ame no Pianist 
(Sang Pianist Hujan)

Hari ini entah apa yang ada di dalam pikiran nya sehingga membuat ku takut. Ketika ia mengajak ku duduk di sofa yang berwarna merah ini. ia terdiam menyembunyikan sesuatu. Aku menatap nya heran hingga penasaran apa yang ingin ia katakan. Masih menunggu hingga ia benar-benar mengatakan apa yang ingin dia katakan.

“selamat tinggal” tukas nya lembut mengagetkan ku seketika melemah

Dengan tiba-tiba ia mengatakan hal itu padaku. Aku hanya tertuduk di pingiran sofa, hanya duduk dan terdiam mencerna apa yang telah ia katakan. Sambil menggigit kuku jemariku.

“aku yakin akan ada yang lebih baik untukmu” tukas nya lagi menatap ku.

Tatapan mu yang aneh, menatap ku seperti melihat anak kecil. Apa maksud dari semua ini? apakah kembali terulang lagi takdir  masa depan yang seakan membuatku takut. Terdiam tanpa aku bisa mengatakan balasan atas ucapan nya itu.

Bisakah aku untuk tetap tenang kali ini? ya, kini aku hanya bersikap tenang. Aku tahu pasti ia akan mengatakan hal itu padaku. Perasaan yang sakit memang kurasakan, perjalanan selama ini terbuang sia-sia. Aku yang bodoh tak lagi bisa mengerti nya. ia berbalik berdiri dan berjalan memunggungi ku dan mulai bersikap dingin.

“kau menyerah?” ucapku dengan suara parau menahan tangis seketika menghentikan langkahnya

Dia yang kini telah dewasa hanya menganggap semua itu hanya kata percuma. Hanya membalas dengan senyum manis nya. aku tau itu semua hanya untuk meyakinkanku saja.

“hey! Jawab aku??” teriak ku dengan suara parau berlebih sesak menahan tangis

Ia berbalik kearah ku tersenyum “aku yang salah, kamu berhak untuk marah” kata-kata yang terucap dari mulut nya membuatku membisu seketika. bukankah cinta ini seharusnya antara kita berdua? entah apa yang harus aku lakukan saat ni. Semua benar-benar diluar kendali ku, hal yang pertama ku dapati dengan perasaan yang campur aduk seperti ini.

Kini ia pergi meninggalkanku sendirian duduk di sofa ini. mematung aneh menatap kosong lantai tanpa ujung ini. aku tersadar dari keras nya hantaman batu mengenai dadaku. Aku berdiri meninggalkan tempat ini. namun seakan langit melarang ku untuk pergi dari tempat ini. hujan deras membuat ku terkurung di tempat ini.

“hujan~ huftt...” gerutu ku menatap jendela

Aku ingin pulang. Ingin sendiri, bukan di tempat ini. ramai dengan pengunjung. Berdua, bermesraan, saling mengobrol. Aku disini sendirian, tak ada lagi yang bisa menemaniku. Tanpa berfikir panjang aku kembali ke sofa tadi. Duduk sembari menunggu hujan segera reda.

Menghilangkan sedikit kejenuhan ku di cafe ini aku hanya bermain dengan handphone ku. Aku tak memperdulikan seisi cafe ini. namun entah kenapa sebuah keributan kecil membuyarkan fokus ku saat tengah bermain handphone.

“ada apa?” “waaah apa dia yang main?” “indah sekali~” “romantis”

Suara-suara pengunjung itu membuatku penasaran. Kenapa mereka mengintip keluar cafe? Bukan kah di luar tengah hujan. Apa ada hal aneh sehingga harus menjadi bahan perhatian di luar sana?. Aku terus bertanya-tanya di balik kerumuman orang-orang di cafe ini.

Jeeeeng.......!!!            
Terdengar suara piano jelas di telinga ku. Aku menginjit melihat siapa yang sedang bermain piano itu.

“ada apa sih?” tanya ku pada seseorang yang ikut dalam kerumuman ini

“ada yang main piano di luar sana” balas seseorang yang aku tanyai itu

“siapa? Ada-ada saja bermain piano di luar. Dan ngak tau apa di luar lagi hujan” batin ku sedikit mengomentari seseorang yang tengah bermain piano itu.

Aku kembali duduk di sofa ku. Sambil menatap heran kerumuman orang-orang itu. Aku memang begitu penasaran, namun urung ku lakukan untuk melihat nya dan kembali memainkan handphone ku.

Di tengah kota ini, disaat hujan seperti ini. aku terus mendengarkan lantukan suara piano yang merdu. entah kenapa aku larut dalam alunan melodi piano nya. mungkinkah sang pianist ini sedang jatuh cinta? Terasa kini melantunkan asmara dari setiap tekanan not di keyboard piano nya. namun di melodi kedua pianist ini memainkan melodi yang sedih. Ini seakan membuatku terhenyut sakit di dadaku. Apakah pianist ini juga merasakan sakit yang sama kurasakan saat ini?

Terus larut dalam alunan nya. seketika aku merasa aneh dan kaget. Suara piano itu terdengar pelan. Lebih pelan dari melodi yang ku dengar sebelumnya. Ini terdengar cukup sedih. Namun aku kenal betul alunan melodi piano ini. seketika aku berdiri dan terasa mata ini ingin mengeluarkan air. Alunan musik itu kian terasa ku dengar, menusuk seluruh celah yang ada di hatiku dan siap untuk merobek nya dengan keras.

Aku langsung berlari dari sofa yang ku duduki tadi hingga menerobos kerumuman orang-orang yang masih memperhatikan pianist itu melantunkan melodi-melodi indahnya. Hingga akhirnya aku terhenti di depan pintu ini. menatap dia, iya dia. Seseorang yang membuatku takut saat itu, kata selamat tinggal yang secara tiba-tiba ia ucapkan kepadaku. Ia bermain piano di bawah hujan yang cukup deras ini. aku mematung menatap nya. mataku berkedip hingga tertetes lah air mata ku.

Menggepal kedua tangan ku mendengar melodi ini. jarinya nya begitu fasih memainkan setiap not yang ada di keyboard nya. jarinya yang tertetes oleh air hujan membuat itu terasa sedih. Menekan penuh arti setiap window di keyboardnya. Aku tau ini concerto yang hanya untukku. Dia pernah mengatakan nya padaku ketika ia mengajariku tentang lagu ini.

Terus bermain hingga aku menagis sesak menatap nya di luar sana. Sudah terlihat basah kuyup, kedinginan. Namun ia terus memainkan lagu-lagu ini dengan pelan. Pernah aku dengar lagu ini, lagu yang pernah ia dengarkan kepada ku. Lagu perpisahan dari chopin. Kini air mataku semakin deras mengalir sambil mengusap pipi ini. di dalam dadaku kini terasa sakit.

Aku dekati sosoknya hingga air hujan ini membuatku basah. Aku berjalan pelan, setiap urat ku terasa kaku. Namun aku terus berjalan, sesekali aku mengusap air mataku yang kini telah bercampur dengan air hujan yang dingin. ia yang terus fokus dengan piano nya, bermain kasar hingga semakin membuatku takut.

Kini aku dekat dengan nya, berdiri disamping nya. menatapnya dengan berlinangan air mata. Namun ia terus memainkan lagu perpisahan ini. tangis ku pecah di samping nya. seketika suara piano itu melemah dan hilang. Aku menutup wajah ku dengan kedua telapak tangan ku. Begitu sesak sehingga aku tak berani menampakkan wajah ku di hadapnya. Seketika ia menyentuh kedua pundakku. Aku tersadar dan memperlihatkan wajah ku yang memerah ini di hadapnnya. Seketika ia tersenyum kearah ku. Aku membalasnya pun begitu.

Tak lama ia memelukku. Aku terhempas di pelukannya deras. Langit semakin lelah untuk melihat ini. terus menagis hingga membuat aku dan dia basah kuyup.

“lagu yang hanya untuk mu” bisiknya tepat di telinga ku

Seketika aku kaget dan menghempaskan pelukannya. Tangan ku semakin menggepal erat. Bertanda aku kini sudah tak tahan lagi untuk menahan sesak seperti ini.

“segitukah nyali mu? Kamu lemah!” teriak ku di hadapnya

Hujan terus menghantarkan setiap keluhan hati ku saat ini. tak terasa reda dan malah semakin deras. Air mataku kini dingin, bercampur langit yang juga menangis.

“setidaknya perpisahan ini adalah perpisahan terindah sebelum aku tak bersama mu lagi”

“ini tidak indah!” bentak ku di hadapan nya

Tak sedikit pun kata-kata terlontar dari mulut nya. awalnya ia mematung melihat ku membentak nya namun tak lama ia tersenyum kearah ku. Apa maksud dari semua senyuman nya itu. Aku tak butuh semua itu, aku hanya butuh jawaban atas apa yang seharusnya aku tau. Mana janji yang pernah dia ucapkan kepada ku dulu, semua kini hanya pengingkaran sesal buat mu kan? Aku kecewa berat saat ini.

Aku tertunduk menahan tangis di hadapan nya. aku tak menyadari kini tangan ku telah ada dalam genggaman nya. ia membelai pelan hingga menyadarkan ku.

“boleh kah aku main dengan melody yang berbeda?” pinta nya tersenyum kearah ku

Aku hanya terdiam mematung mencerna setiap ucapan nya. ia duduk di kursi nya itu kemudian memainkan sebuah melody yang tak pernah kudengar sebelum nya. ia bermain dengan tenang. Menikmati alunan concerto yang ia mainkan. Aku tetap saja diam, tak mengerti apa maksud dari pinta nya ini.

Tak lama ia menghentikan permainan nya dan kembali berdiri di hadapan ku. Menatap ku sendu. “kamu ngak suka melodi ini?” tukasnya membuatku semakin heran dengan sikap nya

“apa maksud kamu? Aku ngak ngerti!” balas ku menada tinggi

Tentu saja dengan sikap dewasa nya. ya, dia tetap membalas semua emosi ku dengan senyuman manis nya. aku kini semakin bingung dibuatnya. Namun entah kenapa tiba-tiba saja ia mendekatkan wajah nya ke hadapanku, aku kaget dan seketika gugup. Tanpa tersadar aku menutup mataku, namun apa yang dapat sebuah suara yang begitu dekat dengan telinga ku. Ia membisikkan sebuah kata-kata untuk ku.

“aku yakin semua akan baik-baik saja, aku akan pergi” bisiknya membuat mataku terbuka begitu saja

“kamu mau kemana?” tanya ku menahan tangis

“kebahagiaan mu bukanlah di aku, aku bukan lelaki yang pantas untukmu”

“apa semua ini karena orang tua ku?”

“bukan”

“jadi apa?”

“kamu akan tau nantinya” balas nya hanya tersenyum kearahku

Kemudian ia duduk di kursi piano nya kembali. Memainkan sebuah melodi yang tak asing lagi di telinga ku. Tanpa harus berkata-kata apapun, semua sudah berakhir. Aku harus apa? Semua sudah tak bisa di pertahankan lagi. Mungkinkah ini takdir masa depan ku?

Aku mendekatinya yang duduk di kursi itu. Menatap jari-jarinya yang begitu telaten memainkan setiap not di keyboard nya. aku letakkan kedua tangan ku di atas pundak nya. menikmati setiap alunan lagu yang ia mainkan.

Jika memang semua harus berakhir aku harus benar-benar terima. Semua ketakutan ku dulu kini hilang. Rasa yang kutakuti itu kini telah terlewati begitu saja. Hari ini, hari dimana untuk yang terakhir kalinya aku menikmati dan melihat ia bermain piano. Dibawah hujan yang tak ada henti-hentinya ini. sekian banyak pertanyaan yang ingin aku katakan padanya, tapi semua aku urungkan. Biarkan semua menjadi kenangan, hidup tak mesti mendapatkan yang indah tapi yang paling penting mendapatkan sebuah kebahagiaan. Jika memang kebahagiaan ku adalah dikamu semua akan kembali. Terima kasih atas semua keindahan yang pernah kamu berikan kepadaku. Tak akan pernah aku lupakan wahai sang pianist hujan.

“mainkan lah lagu yang lain” bisikku ke arah telinga nya




THE END

-------------------------------------------------

Hai J saya kembali dengan cerita yang berbeda hehe :D
Cerita yang terinspirasi dari lagu Ame no pianist yang di nyanyiin oleh member team T JKT48 di setlist Te wo tsunaginagara.
Maaf kalau jelek yah, karena saya iseng-iseng aja buat FF ini hehe
Ceritanya sengaja saya buat complicated biar beda dikit :p


Terima kasih yang sudah membaca^^
luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com